“Kebersihan sebagian dari iman”
Kita semua sudah sangat hapal dan paham arti dari kalimat tersebut, walaupun apakah kita telah melakukan atau belum itu adalah hal berbeda. Tergelitik saya untuk membandingkan sebuah upaya pemberian penghargaan bagi daerah di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan (baca : Penghargaan Adipura) disandingkan dengan sebuah kesadaran akan bersih-bersih.
Program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh". Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu. Peserta program Adipura dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kategori kota metropolitan (lebih dari 1 juta jiwa), kota besar (500.001 - 1.000.000 jiwa), kota sedang (100.001 - 500.000 jiwa), dan kota kecil (sampai dengan 100.000 jiwa). Kriteria Adipura terdiri dari 2 indikator pokok, yaitu:
- Indikator kondisi fisik lingkungan perkotaan dalam hal kebersihan dan keteduhan kota
- Indikator pengelolaan lingkungan perkotaan (non-fisik), yang meliputi institusi, manajemen, dan daya tanggap. (sumber wikipedia)
Ketika suatu kota/daerah ikut dalam kegiatan penghargaan bersih-bersih, artinya semua pemangku kepentingan (stakeholder) mulai dilibatkan. Mulai dari rapat-rapat kerja, rencana kerja, pembagian tugas dan target waktu pelaksanaan yang semakin sibuk ketika mendekati waktu pemantauan atau penilaian oleh panitia penghargaan bersih-bersih.
Sebenarnya program bersih-bersih tersebut sangat baik dalam upaya menciptakan kota bersih dan teduh. Namun menjadi ironi apabila yang lebih semangat untuk bersih-bersih adalah unsur pemerintah dibandingkan oleh masyarakat luas yang akan lebih menikmati manfaat bersih-bersih tersebut. Ketika semua unsur pemerintahan dibebankan untuk “membersihkan” lingkungannya atau daerah binaannya, sementara unsur masyarakat cenderung menjadi penonton pelaku “bersih-bersih”.
Sehingga kita terjebak pada upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan teduh dengan capaian besarnya untuk mendapatkan sebuah “penghargaan” dibandingkan meningkatkan kesadaran semua elemen untuk hidup dalam lingkungan yang bersih dan teduh. Alangkah lebih baiknya, semua pemangku kepentingan baik pemerintah melalui kegiatan pemberdayaan yang melibatkan seluruh masyakat bersama-sama berupaya menciptakan lingkungan yang bersih, sehingga ada atau tanpa sebuah penghargaan menjadi pola hidup kita semua. Semoga kedepan kesadaran untuk hidup yang bersih dan terciptanya lingkungan yang teduh menjadi upaya kita semua dan untuk kita semua, serta selamat mengikuti Program Adipura Tahun 2012 untuk daaerah yang menjadi pesertanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar