Jumat, 18 Juli 2025

Tonggak Pembangunan Infrastruktur Jalan di Provinsi Lampung dari Masa ke Masa

 


 
Sejarah Pembangunan Jalan Raya di Lampung Sejak Zaman Hindia Belanda

Provinsi Lampung, yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatra, memiliki sejarah panjang dalam pembangunan infrastruktur transportasi, terutama jalan raya. Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, pembangunan jalan di Lampung telah menjadi bagian penting dari kebijakan kolonial untuk memperkuat kontrol dan eksploitasi sumber daya alam di wilayah ini.

Pembangunan jalan raya di Lampung dimulai sejak pertengahan abad ke-19, ketika pemerintah Hindia Belanda mulai memperluas pengaruhnya ke daerah-daerah pedalaman Sumatra. Tujuan utamanya adalah untuk memudahkan akses ke wilayah pertanian dan perkebunan, serta untuk mendukung perpindahan pasukan dan pengangkutan hasil bumi, seperti lada, kopi, dan karet.

Salah satu proyek penting pada masa ini adalah pembangunan jalan penghubung antara Pelabuhan Teluk Betung (sekarang Bandar Lampung) ke daerah-daerah pedalaman seperti Kedondong, Pringsewu, dan Liwa. Jalan ini menjadi jalur utama transportasi hasil bumi ke pelabuhan untuk kemudian diekspor ke Eropa.

 

Program Transmigrasi dan Peran Infrastruktur Jalan

Pada awal abad ke-20, Hindia Belanda juga meluncurkan program kolonisasi transmigrasi, terutama setelah letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang menghancurkan banyak daerah di Lampung. Program ini memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke Lampung untuk mengembangkan wilayah baru sebagai lahan pertanian.

Untuk mendukung program ini, pemerintah kolonial membangun jaringan jalan dari wilayah pesisir ke dataran tinggi di Lampung Tengah dan Lampung Timur. Jalan-jalan ini mempermudah mobilitas penduduk dan logistik serta menjadi cikal bakal jaringan jalan yang berkembang hingga masa kemerdekaan.

Beberapa peta lama menunjukkan bagaimana Lampung dipetakan secara administratif dan jalur jalan dibangun sejak abad ke‑19:

  • Peta dari Tropenmuseum menggambarkan “Jalan Trans‑Lampung” sekitar tahun 1913 yang menghubungkan TelukBetungMenggala dan jalur timur hingga Palembang
  • Peta administratif dari Leiden (1914) dan setelah 1929 memperlihatkan pembagian Afdeeling dan Onderafdeeling, pusat kontrol kolonial di Sukadana, Menggala, TelukBetung, dan lain-lain

Untuk memperkuat kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera umumnya dan Lampung khususnya, maka Lampongsche Resindentie (Karesidenan Lampung) dibagi menjadi Afdeeling dan Onderafdeeling. Pembagian wilayah afdeeling dan onderafdeeling di Lampung dimulai tahun 1829, yang didasarkan pada wilayah pemukiman masyarakat Lampung yang terkonsentrasi di kelima daerah aliran sungai besar. Dibentuk satu wilayah Afdeeling Teluk Betung yang dikepalai oleh Asisten Residen, kemudian di bawahnya terbagi dalam beberapa Onderafdeeling yang terdiri dari;

  1. Onderafdeeling Teluk Betung, berpusat di Teluk Betung;
  2. Onderafdeeling Tulang Bawang, berpusat di Menggala;
  3. Onderafdeeling Sekampung, berpusat di Sukadana;
  4. Onderafdeeling Seputih, berpusat di Terbanggi, dan
  5. Onderafdeeling Semangka, berpusat di Tanjungan (Bornai) (dalam “Topographisce en Geographische Beschrijving der Lampongsche Districten”, Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 8ste Deel, Nieuwe Volgreeks, 4e Deel).

Pada tahun 1864 wilayah administrasi di Karesidenan Lampung dirombak menjadi 1 (satu) afdeeling yaitu Teluk Betung, dengan 7 (tujuh) onderafdeeling yaitu:

  1. Onderafdeeling Teluk Betung, berpusat di Teluk Betung;
  2. Onderafdeeling Bumi Agung, berpusat di Pakuan Ratu;
  3. Onderafdeeling Tulang Bawang, berpusat di Menggala;
  4. Onderafdeeling Seputih, berpusat di Terbanggi;
  5. Onderafdeeling Sekampung, berpusat di Sukadana;
  6. Onderafdeeling Semangka, berpusat di Tanjung;
  7. Onderafdeeling Empat Marga, berpusat di Katimbang. (Regerings Almanak Voor Nederlandsch Indie, 1870).

 


 

                                 Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections

Tahapan Pembangunan infrastruktur jalan di Lampongsche Disctricten

infrastruktur jalan di Lampongsche Disctricten

Tahun

Proyek Jalan / Infrastruktur

Tujuan & Dampak

1857–1861

Jalan TelukBetungMenggala (Residen R. Wijnen)

Mendukung distribusi lada dari pedalaman ke pelabuhan

~1870

Pelebaran jalan setapak menjadi jalan raya formal

Mempermudah lalu lintas antardistrik & menghubungkan perkebunan lada

1912–1913

Pembangunan jalan raya 130km dari TelukBetung ke Menggala dan menyambung ke Palembang

Menghemat waktu distribusi, mendukung pelabuhan Merak-TelukBetung

1912

Diresmikannya jalur kereta api TelukBetungPrabumulih (Palembang), dan rel Tanjungkarang pada 3 Agustus 1914

Memperkuat konektivitas antara Lampung dan Sumatera Selatan

1929–1934

Konstruksi jembatan beton (KaliBlau, Jembatan Kuala, PLTD teluk)

Mendukung struktur jalan dan infrastruktur kelistrikan

 

Tokoh & Lembaga Terlibat dalam Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Jalan di Lampongsche Residentie :

  1. Residen R. Wijnen (1857–1861): Memprakarsai pembangunan jalur TelukBetungMenggala  
  2. A. Pruys van der Hoeven (~1870): Meningkatkan jalan setapak menjadi jalan raya sejajar kelancaran arus komoditas lada
  3. F.G. Dumas & J.H. Blok (BOW/Pekerjaan Umum, sejak 1854): Merancang ekspansi jalan di luar Jawa, termasuk Lampung, dengan pengerjaan nyata tahun 1913–1914 Staatsspoorwegen op Zuid‑Sumatra (ZSS): Perusahaan kereta api yang meresmikan rel TelukBetungPanjangPalembang pada 1914 3)
  4. H.G. Heyting (1905): Tokoh utama program kolonisasi transmigrasi di GedongTataan dan pendiri desa inti, yang juga berdekatan dengan jalur jalan raya utama
  5. Lembaga yang terlibat dalam rencana Pembangunan Jalan Sumatera :
    • BOW (Burgelijke Openbare Werken)/Departemen Pekerjaan Umum sejak 1854
    • Inspektorat Lalu Lintas Jalan Raya dan Divisi Jembatan & Jalan (1908–1912), merencanakan blue‑print jalan raya termasuk bagi Sumatera

 

Pembangunan jalan raya di Lampung pada masa Hindia Belanda berkembang bertahap:

  1. Jalur pertanian awal (1857–1870) mengalir ke pedalaman.
  2. Ekspansi masif di abad ke‑20 (1912–1914) dengan jalan raya dan jalur kereta hingga Palembang.
  3. Dukungan terstruktur lewat badan teknik sipil dan kolaborasi antara insinyur Belanda, Kebijakan Politik Etis, dan program kolonisasi transmigrasi.

Tokoh-tokoh seperti Residen Wijnen, Pruys van der Hoeven, Dumas, Blok, Heyting, dan lembaga-lembaga seperti BOW dan ZSS menjadi aktor kunci dalam pembangunan infrastruktur ini. Jejak mereka membentuk fondasi jalan dan rel yang tetap dipakai sampai sekarang.

 

Teknologi dan Teknik Konstruksi Masa Itu

Pembangunan jalan pada masa kolonial umumnya dilakukan secara manual dengan bantuan tenaga kerja lokal (dalam bentuk kerja rodi atau kerja paksa), di bawah pengawasan insinyur Belanda. Jalan yang dibangun pada masa itu sebagian besar berupa jalan tanah dan kerikil, dengan lebar yang cukup untuk dilewati kereta kuda atau pedati.

Memasuki paruh kedua abad ke-19, pembangunan dan pengembangan Groote Postweg diambil alih oleh Burgelijke Openbare Werken (BOW)/Kementerian Pekerjaan Umum yang didirikan pada 4 November 1854. Kemunculan BOW merupakan hasil dari proses modernisasi negara kolonial. Di samping itu, badan ini juga memberikan dorongan pada proses tersebut. Pembentukan BOW juga menandai semakin diperhitungkannya peran insinyur sipil lulusan Universitas Teknologi Delft. Bersama pegawai negeri sipil, dan ahli pertanian, mereka saling bekerjasama pada tahap akhir pembentukan negara kolonial. Pasca-1870, jalan raya semakin banyak bermunculan di luar Jawa. F.G. Dumas dan J.H. Blok dari BOW menyatakan tujuan digencarkannya pembangunan jalan di luar Jawa adalah untuk mempertahankan kekuasaan, pengembangan ekonomi dan membuka akses ke daerah yang terisolasi. Dampaknya, bermunculan perusahaan-perusahaan tambang di daerah yang sebelumnya belum terjamah, seperti pertambangan timah di pulau Bangka dan Belitung. Baca selengkapnya di artikel "Megaproyek Jalan Raya pada Masa Kolonial

Beberapa jalur penting juga dibangun dengan mempertimbangkan kontur geografis Lampung yang berbukit-bukit dan dilalui banyak sungai, sehingga pembangunan jembatan menjadi bagian penting dari infrastruktur jalan.

 

Beberapa ruas jalan yang dibangun pada masa Hindia Belanda masih dapat ditemukan hingga kini, meskipun telah diperluas dan diperkeras. Contohnya adalah jalur dari Bandar Lampung ke Liwa melalui Bukit Kemuning dan jalur dari Metro ke Way Jepara. Jalan-jalan ini kini menjadi bagian dari sistem jalan provinsi dan nasional yang vital bagi ekonomi Lampung.

 Selain itu, pola pembangunan jalan kolonial masih memengaruhi tata ruang wilayah, di mana banyak kota dan desa berkembang di sepanjang jalur-jalur utama tersebut.

 

      Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections

Dari Peta Ikhtisar kediaman Residen di Distrik Lampung (Overzichtkaart van de Residentie Lampongsche Districten) Tahun 1927, terdapat 4 jenis jalan yaitu Jalan Raya (Autowegen), Jalan Pedati/Gerobak (Karrewegen), Jalan Kuda (Paardenpaden) dan Jalan Setapak (Voetpaden).

Jalan Raya (Autowegen) :

  1. Ruas Teloek Betoeng - Oemb.Pandjang (Oosthaven) - Tarahan – Tandjoengan -  Kotadalam - Kalianda
  2. Kalianda -  Batoebalak -  Gayam – Ketapang
  3. Teloek Betoeng – Tandjoengkarang – Gedongtataan – Margakaja
  4. Gedongtataan – Kedondong – Soekamara – Tandjoengkemala
  5. Tandjoengkemala – Tiohmemen – Talang Padang
  6. Talang Padang – Kotaagoeng – Sanggi
  7. Padang Cermin – Boenoet
  8. Tandjoengkarang – Kedaton – Bergen
  9. Tandjoengkarang – Kedaton – Merakbatin – Boemiratoe – Goenoengsoegih
  10. Goenoengsoegih – Kedaton – Gedoengdalam – Soekadana
  11. Soekadana – Laboehanratoe – Djepara
  12. Soekadana – Oemb. Goeloemantong
  13. Goenoengsoegih – Terbanggibesar – Goenoengbatin – Menggala
  14. Menggala – Bandardewa
  15. Terbanggibesar – Blambangan- Kotaboemi
  16. Kotaboemi – Adjikagoengan



Gambar 1. Essex karya ir. J.H. Brinkgreve di jalan di Lampong dekat batas wilayah sebuah subdivisi, mungkin dekat Tjampaka (1932)  (De Essex van ir J.H. Brinkgreve op een weg in de Lampongs bij de grenspalen van een onderafdeling, vermoedelijk bij Tjampaka (1932))

                                      Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections,

Gambar 2. Kendaraan mobil di jalan di Karesiendenan Lampung (Auto op een weg in de Lampoengsche Districten)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                            Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections

  



Gambar 3.  Jalan Raya melalui koloni pertanian dekat Metro di Karesidenan Lampung (Weg door een Javaanse landbouwkolonie nabij Metro in de Lampoengsche Districten)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                        Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections


Jalan Kuda (Paardenpaden):

  1. Margakaja – Tandjoengkemala
  2. Talangpadang – Tandjoengbegeloeng
  3. Nyampir – Gedoeng – Goenoengraja – Batoebadak – Boengkoek – Djaboeng
  4. Djaboeng – Negeriagoeng – Wana
  5. Negeri Agoeng – Laboehanmaringgai – Djepara
  6. Oemboel lempoeyang – Terbanggi agoeng – Mataram Oedik
  7. Menggala – Oemb. Goenoeng Tjahaja – Oemb. Boedjoek – Talang Batoe
  8. Bandar dewa – Gedoeng ratoe
  9. Gedoeng ratoe – Negeri besar – Negara batin – Negara ratoe -Pakoean ratoe
  10. Pakoean ratoe – Mesir ilir – Tandjoengraja – Goenoeng sangkaran – Negeri Batin – Goenoeng katoen
  11. Negeri batin – Kotawai – Kasoei
  12. Kasoei – Menangasiamang – Djoekoe batoe – Rantaoe temiang – Bandjarmasin – Tioeh balak
  13. Tioeh Balak – Goenoeng katoen
  14. Negeri batin – Blambangan – Goenoeng sangkaran – Toelangbawang – Mesir Ilir
  15. Goenoeng katoen – Gedong batin – Poelaoe batoe – Gedong meneng – Pakoean ratoe
  16. Hadoejangan ratoe – Negeri agoeng – Pekoeroen komering – Adji kagoengan
  17. Adji kagoengan – Tjahaja negeri - Oelak rengas

 

Jalan Setapak (Voetpaden).:

  1. Teloek betoeng – Lampasing – Padang tjermin
  2. Padang tjermin – Madja -Bawang
  3. Batoe balak – Pegantoengan - soemoer
  4. Antar berak – Tegineneng – Poetih – Pampangan – Oembar – Pekon Soesoek
  5. Tegineneng – Tamiang – Kagoengan
  6. Kota Agoeng -Pajoeng – Oeloe Beloe – OeleoSemoeoeng
  7. Sanggi – Oemb. Tikar berak
  8. Njampir – Oemb. Goeloemantoeng
  9. Gedongtataan – Negeri Katoen
  10. Tjahaja negeri – Tioeh balak

 

Gambar 3. Seekor Kuda di jalan Kuda di Pal 14 di Karesidenan Lampung (Paard op de weg bij Paal 14 in de Lampoengsche Districten)


 

                                     Sumber : Leiden University Libraries Digital Collections



Akhir Kata

Pembangunan jalan raya di Lampung sejak zaman Hindia Belanda merupakan bagian dari sejarah panjang kolonialisme, transmigrasi, dan pembangunan ekonomi. Warisan infrastruktur ini masih menjadi tulang punggung transportasi di Lampung hingga sekarang. Dengan pemeliharaan dan modernisasi yang terus dilakukan, jalan-jalan bersejarah ini diharapkan tetap memainkan peran penting dalam menghubungkan masyarakat Lampung dengan masa lalu dan masa depan.

 

Literatur :

1)      https://wawasansejarah.com/jalan-raya-pada-masa-kolonial/

2)      Wawasan Sejarah+1KOMPAS.com+1.

3)      https://wawasansejarah.com/jalan-raya-pada-masa-kolonial/

4)      https://www.berandadesa.com/2023/01/onderafdeeling-soekadana

5)      https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/

SIMAK ARTIKEL LAIN YANG MENYENANGKAN....